LM – Mewakili Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto, SSTP, MM, Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD), Ridwan Jamil, SSos, MSi, menghadiri 2nd UNESCO IOC Global Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh 2024 di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh, Senin (11/11/2024).
Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium di Aceh pada 10-14 November 2024 merupakan acara yang diinisiasi UNESCO-IOC bersama Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk penguatan strategi mitigasi bencana tsunami berbasis teknologi dan masyarakat.
“Deklarasi Aceh semacam intisari dari para delegasi, merefleksi apa yang terjadi pada 20 tahun ke belakang dan dijadikan sebagai penentu langkah untuk 20 tahun ke depan, semua belajar dari pengalaman masa lalu negara dalam menghadapi tsunami,” kata Chair of The Programming Committee Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium Harkunti P. Rahayu.
Sementara itu, Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA, dalam sambutannya, mengucapkan terima kasih atas kehadiran para peserta yang datang untuk berbagi pengalaman mengenai mitigasi bencana tsunami serta kesiapsiagaan masyarakat.
“Atas nama Pemerintah Aceh dan seluruh masyarakat, kami mengucapkan selamat datang di Aceh, wilayah yang pernah dirundung musibah besar namun kini bangkit dengan ketegaran,” ujarnya.
Pj Gubernur Aceh menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada UNESCO-IOC, BMKG, dan semua pihak yang terlibat dalam acara ini. Penilaiannya, acara tersebut penting sebagai momen refleksi dan memperkuat komitmen internasional untuk meningkatkan sistem peringatan dini dan teknologi mitigasi bencana.
Dalam dua dekade terakhir, upaya kolaboratif dan teknologi telah membantu membangun sistem peringatan yang lebih canggih, memungkinkan penduduk di daerah rawan tsunami menerima peringatan dini.
“Aceh mendukung penuh upaya ini dan berkomitmen untuk menjaga kesiapsiagaan masyarakat,” ujar Safrizal.
Safrizal mengingatkan bahwa perubahan iklim dan dinamika global lainnya terus menghadirkan tantangan baru.
Hal ini memerlukan langkah lebih jauh dalam kesiapsiagaan bencana yang mencakup seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang berada di daerah terpencil.
“Kami menyadari pentingnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat serta memperbarui data secara berkala,” ucapnya.
Selain menjadi momen pembelajaran, simposium ini juga diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi konkret untuk langkah mitigasi yang lebih efektif di masa depan. Aceh merasa memiliki tanggung jawab dalam menyumbangkan pengalaman dan pengetahuannya dalam mitigasi bencana global.
Safrizal menegaskan kesiapan Aceh untuk berkontribusi dalam upaya global, sembari berharap bahwa pertemuan ini dapat mempererat solidaritas antarnegara dalam melindungi umat manusia dari ancaman tsunami.
Simposium ini direncanakan berlangsung selama beberapa hari dengan sesi-sesi yang melibatkan diskusi mendalam dan presentasi hasil riset terbaru. Para peserta akan membahas tantangan mitigasi bencana di era perubahan iklim, berbagi strategi inovatif, dan membangun kesepakatan untuk memperkuat kolaborasi internasional dalam menghadapi bencana tsunami yang tak dapat diprediksi.
Disisi lain, Kalaksa BPBD yang hadir mewakili Pj Bupati Aceh Besar menyampaikan, dunia belajar banyak dari peristiwa tsunami Aceh 2004 yang menyebabkan dampak kerusakan sangat besar ratusan juta jiwa kehilangan sanak keluarganya, khususnya bagi negara kawasan Samudra Hindia.
Menurutnya, kalangan ahli menilai upaya mitigasi mengerucut dalam dua hal yakni penguatan strategi mitigasi bencana tsunami berbasis teknologi yang juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat sehingga menjadi tema besar “Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium”.
“Keduanya adalah menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak khususnya bagi Samudra Hindia, Karibia, Mediterania, hingga Laut Utara,” pungkas Ridwan Jamil.***