LM – Panglima Laot Aceh, Miftach Tjut Adek, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait dengan kasus penyelundupan Rohingya yang baru-baru ini mencuat. Menurutnya, banyak dari para tersangka yang ditangkap adalah bekas nelayan yang telah beralih profesi karena iming-iming keuntungan besar.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Sabtu, 6 April 2024, Miftach menegaskan bahwa asumsi masyarakat bahwa penyelundup Rohingya adalah nelayan yang masih aktif tidak sepenuhnya benar. “Berdasarkan hasil pemantauan dan data lapangan, kami menemukan bahwa para penyelundup sebagian besar adalah bekas nelayan yang tergiur oleh potensi penghasilan yang lebih besar,” ujarnya.
Miftach juga membeberkan adanya kejanggalan di lapangan, seperti adanya kapal yang seharusnya diawaki oleh 15 orang nelayan namun hanya diawaki oleh tiga orang, serta tidak membawa pulang hasil tangkapan ikan. “Kami menemukan kapal yang seolah-olah beroperasi secara ilegal dengan tujuan penyelundupan, bukan untuk aktivitas penangkapan ikan seperti seharusnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Miftach menegaskan bahwa tanggung jawab nelayan dan Panglima Laot bukanlah untuk menerima atau menolak pengungsi Rohingya ke darat. Mereka hanya diperbolehkan memberikan bantuan perbekalan kepada para pengungsi dalam keadaan darurat, sementara penanganan selanjutnya harus diserahkan kepada pihak berwenang.
Pernyataan Miftach ini didukung oleh hasil rapat para Panglima Laot Kabupaten/Kota yang melibatkan berbagai pihak terkait. Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa nelayan harus melaporkan kehadiran kapal etnis Rohingya kepada instansi pemerintahan dan tidak melakukan penarikan ke darat.