LM – Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri tengah menyelidiki dugaan kasus korupsi yang melibatkan proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto milik PTPN XI. Proyek yang melibatkan Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) ini dimulai pada tahun 2016. Senin, 12 Agustus 2024.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, mengungkapkan bahwa proyek ini sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2014 dan didanai oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dialokasikan dalam APBN-P 2015. Proyek ini, dengan nilai kontrak mencapai Rp 871 miliar, diduga mengalami berbagai pelanggaran hukum yang berdampak pada ketidaksempurnaan proyek serta potensi kerugian negara.
Menurut Arief, dalam penyelidikan ditemukan adanya pelanggaran hukum dalam berbagai tahapan proyek. Proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, dan pembayaran diduga tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga mengakibatkan proyek tersebut belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara.
Fakta-fakta yang terungkap dalam penyidikan antara lain adalah kurangnya anggaran yang memadai untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto. Selain itu, ditemukan bahwa Direktur Utama PTPN XI, yang dikenal dengan inisial DP, serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI, yang dikenal dengan inisial AT, telah menjalin komunikasi intens dengan pihak-pihak tertentu sebelum proses lelang dilaksanakan. Mereka diduga telah berusaha meloloskan konsorsium KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia jasa untuk proyek tersebut.
Penyidik juga menemukan bahwa panitia lelang tetap melanjutkan proses lelang meskipun hanya satu perusahaan, PT WIKA, yang memenuhi syarat, sementara konsorsium KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam beserta sembilan perusahaan lainnya tidak lulus. Kontrak proyek juga mengalami perubahan yang tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat (RKS), termasuk penambahan uang muka sebesar 20 persen dan pembayaran letter of credit (LC) ke rekening luar negeri yang diduga melanggar prosedur.
Lebih lanjut, ditemukan bahwa proyek ini dilaksanakan tanpa adanya studi kelayakan yang memadai, jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan telah kedaluwarsa tanpa perpanjangan, serta metode pembayaran barang impor yang dianggap tidak wajar. Akibat penyimpangan ini, proyek tersebut hingga kini masih mangkrak dengan hampir 90 persen dana dari PTPN XI telah dikeluarkan kepada kontraktor.
Saat ini, penyidik telah mengirimkan surat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara yang ditimbulkan. Namun, hingga saat ini belum ada penetapan tersangka dalam kasus ini.***