LM – Indonesia darurat kasus kekerasan seksual. Data Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat permohonan perlindungan kasuskekerasan seksual perempuan dan anak melonjak hampir 100 persen sepanjang 2021. LPSK menilai hal ini membuktikan bahwa Indonesia memang dalam kondisi darurat kekerasan seksual.
Menurut data LPSK, permohonan perlindungan kasus kekerasan seksual meningkat dalam kurun empat tahun terakhir. Pada 2018, terdapat 305 permohonan dan meningkat menjadi 359 pada 2019. Permohonan sempat turun pada 2020 dengan angka 245. Namun angka permohonan kembali melonjak tajam pada 2021 dengan angka 486 kasus permohonan.
Miris? Tentunya. Tapi sebenarnya meningkatnya jumlah kasus menurut saya adalah bentuk makin pahamnya perempuan tentang kekerasan seksual. Sehingga mereka berani mengadu, meminta permohonan perlindungan dari lembaga berwenang seperti LPSK.
Masalah kekerasan seksual atau pelecehan seksual memang makin jadi sorotan sejak awareness tersebut muncul. Tapi meningkatnya kesadaran publik tak selalu diiringi dengan meningkatnya pula kesadaran lembaga berwenang untuk tidak bermain-main dengan perkara pelecehan seksual.
Dalam kasus pelecehan seksual di Stasiun Ciamis, sang korban yang diduga diintip dan direkam video saat sedang di dalam bilik toilet, sempat diminta berdamai oleh polisi yang dipanggil menangani kasus tersebut. Mungkin pikir polisi, pembuktiannya sulit. Apalagi terduga pelaku sudah menghapus video rekaman korban saat di dalam bilik toilet.
Lalu masih ingat tidak kasus mahasiswa UGM yang diduga menjadi korban kekerasan seksual saat menjalani program KKN. Kasus tersebut pada awal tahun 2019 akhirnya selesai secara damai, lewat penandatanganan perjanjian damai oleh korban, terduga pelaku yang sesama mahasiswa, dan pihak kampus.