Dikorupsi, 70 Persen Senjata Barat yang Dikirim ke Ukraina Tidak Sampai ke Tentara

AS kirim bantuan amunisi perang untuk Ukraina. ©U.S. Air Force photo/Roland Balik/Handout via REUTERS

LM – Laporan stasiun televisi CBS News menunjukkan Amerika Serikat (AS) tampaknya mengulangi kesalahan seperti di Afghanistan, Irak, dan Suriah.

AS dan negara Barat sekutunya memberikan bantuan militer besar yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Ukraina. Namun laporan CBS menyebut ternyata hanya sekitar 30 persen dari senjata yang dikirim dari Barat yang benar-benar berhasil mencapai tempat tujuan atau di garis depan pertempuran.

Laporan tersebut menambah rumor tentang pemborosan, korupsi, dan permainan pasar gelap menyangkut bantuan persenjataan militer itu.

AS telah menyetujui lebih dari USD 54 miliar bantuan ekonomi dan militer ke Ukraina sejak Februari, sementara Inggris telah memberikan hampir USD 3 miliar dalam bantuan militer saja, dan Uni Eropa (UE) telah menghabiskan USD 2,5 miliar lagi untuk persenjataan bagi Kiev.

Laman Russia Today melaporkan, Ahad (7/8), seluruh serangkaian peralatan, mulai dari senapan dan granat hingga rudal anti-tank dan beberapa sistem peluncuran roket telah meninggalkan gudang senjata Barat menuju Ukraina, sebagian besar memasuki negara itu melalui Polandia.

Namun, pengiriman peralatan militer jarang berjalan mulus, ungkap CBS News pekan ini.

“Semua barang ini melintasi perbatasan, kemudian sesuatu terjadi, hanya 30 persen mencapai tujuan akhirnya,” kata Jonas Ohman, pendiri organisasi pemasok militer Ukraina yang berbasis di Lituania, kata Ohman kepada stasiun televisi Amerika itu.

Ohman mengatakan, mengirimkan senjata untuk tentara di lapangan melibatkan proses jaringan yang kompleks seperti “penguasa, oligarki, dan pemain politik.”

“Benar-benar tidak ada informasi ke mana persenjataan itu pergi,” kata Donatella Rovera, penasihat senior Amnesty International kepada CBS.

“Yang benar-benar mengkhawatirkan adalah beberapa negara yang mengirim senjata tampaknya tidak berpikir itu adalah tanggung jawab mereka untuk menerapkan mekanisme pengawasan yang sangat kuat.”

Loading

Redaksi2
Author: Redaksi2