LM – Pemerintah resmi menunda penerapan pajak karbon di Indonesia. Mulanya, pajak karbon akan diterapkan mulai 1 April 2022. Namun, rencana ini diundur menjadi 1 Juli 2022.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerapan pajak karbon melihat waktu yang tepat, baik dari sistem dalam negeri maupun global. Salah satunya yaitu kondisi meningkatnya harga komoditas di sektor energi yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah perlu menghitung kembali mengenai dampak penerapan pajak karbon tersebut. Jangan sampai, kebijakan ini tidak membawa dampak yang positif.
“Hal-hal seperti ini harus kita kalkulasi secara sangat hati-hati terhadap policy-policy yang menyangkut energi termasuk di dalamnya pajak karbon. Kita akan terus rumuskan,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (27/6).
Hambat Laju Ekonomi
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan, alasan penundaan penerapan pajak karbon karena lonjakan harga komoditas energi dan pangan dalam beberapa waktu ini. Kenaikan harga ini menghambat laju pertumbuhan ekonomi global.
“Saat ini, fokus utama pemerintah adalah menjaga perekonomian nasional dari rambatan risiko global yang salah satunya adalah peningkatan harga komoditas energi dan pangan global seiring terjadinya perang di Ukraina yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik,” ujar Febrio dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (24/6).
Meski demikian, pajak karbon tetap akan dikenakan pertama kali pada badan yang bergerak di bidang PLTU batu bara dengan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi pada tahun 2022 sesuai amanat UU HPP. Pajak Karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.
Selain itu, pemerintah juga tetap menjadikan penerapan Pajak Karbon pada tahun 2022 sebagai capaian strategis (deliverables) yang menjadi contoh dalam pertemuan tingkat tinggi G20. Di antaranya melalui mekanisme transisi energi (Energy Transition Mechanism/ETM) fen9 memensiunkan dini PLTU Batubara (phasing down coal).
“Dan di sisi lain mengakselerasi pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonominya,” jelas Febrio.