LM – JAKARTA – Penghitungan kerugian dugaan korupsi pemberian fasilitas persetujuan ekspor (PE) minyak mentah kelapa sawit (CPO) oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2021-2022 mencapai Rp 20 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi mengatakan, nilai tersebut akan menjadi acuan tim penyidik dalam penguatan bukti kasus ini ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor).
Supardi menerangkan, angka Rp 20 triliun itu dari hasil penghitungan Badan Pengawas Keuanga dan Pembangunan (BPKP) yang disampaikan ke Kejaksaan Agung (Kejakgung), Rabu (20/7), kemarin. “Sudah disampaikan. Itu ada tiga kategori kerugiannya. Itu total kurang lebih sekitar (Rp) 20 T (triliun),” ujar Supardi di Kejakgung, Jakarta, Jumat (22/7).
Kata Supardi, tiga kategori kerugian tersebut terkait dua sangkaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor yang menjerat lima tersangka yang sudah ditetapkan oleh penyidik di Jampidsus saat ini. Kategori sangkaan kerugian negara mencapai Rp 6 triliun. Namun, tim penyidik juga menebalkan adanya kerugian perekonomian negara atas penerbitan PE CPO kepada swasta tersebut yang nilainya sekitar Rp 12 triliun.
“Lalu ada yang disebut ilegal gain, atau pendapatan yang tidak sah, itu ada sekitar (Rp) 2 T. Jadi totalnya (kerugian) kurang lebih sekitar (Rp) 20 T,” kata Supardi.
Kata dia, setelah adanya angka acuan kerugian dalam dugaan korupsi PE CPO tersebut, tim penyidik akan segera merampungkan pemberkasan untuk segera dilimpahkan ke tim penuntutan. Bulan lalu, kata Supardi, penyidik sudah melakukan tahap-1 pelengkapan berkas lima tersangka untuk diteliti oleh jaksa penuntut.
Namun, proses tahap-1 tersebut stagnan karena menunggu hasil resmi penghitungan kerugian dari BPKP. Alat bukti juga terus dilengkapi. Sebab itu, proses pemeriksaan saksi masih terus berlangsung di Gedung Bundar di Jampidsus. “Setelah ini untuk segera kita limpahkan kembali ke tim penuntutannya, semoga cepat sebelum akhir bulan ini,” ujar Supardi.
Jampidsus menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Perdaglu) Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana (IWW); konsultan dan staf ahli menteri yang terafiliasi dengan perusahaan penerima PE, Lin Che Wei (LCW); Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor (MPT). Kemudian, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), Stanley MA (SMA) dan General Manager di Bagian General Affair pada PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang (PTS). Kelimanya sudah ditahan sejak tersangka pada April dan Mei 2022, lalu.
Kasus korupsi PE CPO ini, merupakan respons Kejakgung atas kelangkaan dan pelambungan harga minyak goreng yang dialami masyarakat rentang periode Desember 2021 sampai Maret 2022. Disebutkan kelangkaan dan pelambungan harga minyak goreng itu disebabkan para perusahaan produsen CPO yang tak memenuhi kewajiban pengalokasian 20 persen produksi minyak gorengnya untuk kebutuhan dalam negeri. ‘
Kewajiban pengalokasian 20 persen tersebut sebagai syarat penerbitan PE CPO oleh Kemendag. Namun sebaliknya, perusahaan CPO yang mengabaikan pemenuhan kebutuhan nasional itu mendapatkan izin ekspor minyak goreng ke luar negeri. Hal tersebut membuat para produsen CPO melepas semua produksinya ke pasar ekspor.(Republika.co.id)