LM – Ranu Kumbolo, danau terindah yang menjulang di ketinggian 2.390 meter di atas permukaan laut dalam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), sedang berada dalam ancaman serius. Api melanda kawasan indah ini sejak Kamis siang, 17 Agustus 2023, dan telah membakar lebih dari 400 hektar hutan dan lahan.
Lokasi kebakaran terpusat di area hutan dan lahan di atas Ranu Kumbolo, mengancam keberadaan pepohonan, terutama cemara, serta padang rumput di blok Oro-oro Ombo, Cemoro Kandang, dan Jambangan. Keindahan alami yang menjadi daya tarik Ranu Kumbolo dan jalur pendakian Gunung Semeru berada dalam risiko yang serius akibat peristiwa ini.
Upaya pemadaman terus dilakukan oleh petugas, termasuk petugas TNBTS, masyarakat setempat, relawan Gimbal Alas Indonesia, dan Sahabat Volunteer Semeru (Saver). Namun, lokasi kebakaran yang jauh dari sumber air menyulitkan upaya pemadaman.
Potensi kebakaran meluas ke area lain seperti Kalimati dan Arcopodo, yang merupakan tempat peristirahatan terakhir sebelum menuju Mahameru, puncak Gunung Semeru. Vegetasi cemara gunung yang mendominasi Arcopodo menambah ketegangan karena kesulitan pemadaman.
Selain ancaman kebakaran, aktivitas vulkanik Gunung Semeru yang berstatus Waspada (Level II) juga menambah kompleksitas situasi. Letusan-letusan besar gunung ini dalam beberapa hari terakhir telah menyebabkan lontaran material vulkanik yang dapat memicu atau memperburuk kebakaran di sekitarnya.
Para petugas terus berjuang untuk memadamkan api dengan cara manual, memukul-mukul kobaran api, dan membuat sekat. Namun, kesulitan dalam mendapatkan air untuk pemadaman menjadi kendala utama, terutama karena lokasi yang jauh dari sumber air. Potensi risiko lebih lanjut juga mencuat karena banyak tumbuhan yang sudah mengering akibat kebakaran tahun sebelumnya, serta kerontangan di area Oro-oro Ombo akibat kemarau.
Ranu Kumbolo, sebagai permata terindah TNBTS, memiliki peran penting sebagai tempat peristirahatan bagi pendaki Gunung Semeru. Kini, upaya pemadaman dan penanggulangan risiko harus dilakukan secara intensif untuk menjaga keberlangsungan keindahan dan ekosistem yang unik di dalamnya.
sumber : TEMPO